Setiap Masalah Pasti Bersama Jalan Keluarnya
Saudaraku, Allah Swt memberikan
segala sesuatu secara tepat kepada kita. Termasuk ketika Dia memberikan ktia
persoalan atau masalah, selalu hadir lengkap dengan jalan keluarnya.
Dalam salah satu haditsnya,
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak akan berhenti ujian kesusahan dan
penderitaan terhadap seorang mu’min dan mu’minat, baik yang menimpa dirinya
sendiri, anak-anaknya, maupun hartanya, sehingga ia menemui Allah, meninggal
dunia dalam keadaan tidak membawa satu dosa pun.” (HR. Tirmidzi).
Demikianlah hikmah datangnya ujian
dan kesulitan yang datang menimpa kita. Adakalanya manusia diuji oleh Allah Swt
secara terus-menerus atau bertubi-tubi. Hal itu tiada lain adalah akan
mengurangi dosa-dosanya. Adapun makna dari hadits di atas adalah bahwa ketika
seseorang ditimpa ujian demi ujian hingga tiba waktunya ia meninggal dunia,
maka ketika itu ia meninggalkan dunia dalam keadaan bersih dari noda-noda dosa.
Jangan salah sangka atau
berprasangka buruk ketika kesulitan hidup atau ujian datang menimpa kita. Kita
menilai bahwa ujian itu adalah kepahitan, karena kita menggunakan hawa nafsu
saat menilainya. Ingatkah kita pada kisah seorang laki-laki yang telah berbuat
zina di zaman Rasulullah Saw?
Laki-laki itu datang menghadap
kepada Rasulullah Saw menyampaikan perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
Laki-laki itu mengakui kesalahannya dan meminta kepada Rasulullah Saw agar
dihukum sesuai dengan hukum Islam yaitu hukuman rajam. Laki-laki itu
benar-benar meminta agar Rasulullah Saw menunaikan hukuman itu terhadapnya.
Mengapa laki-laki ini sedemikian
memintanya kepada Rasulullah Saw? Hal itu ia lakukan karena ia tahu bahwa
itulah hukuman yang bisa menebus dosa yang telah dilakukannya sehingga ia
terbebas dari hukuman berkepanjangan di akhirat. Ini adalah bentuk pertaubatan
laki-laki tersebut kepada Allah Swt. Seandainya taubatnya itu dibagikan kepada
seantero penduduk kota Madinah, maka akan masih banyak tersisa melampaui
seluruh penduduk yang ada.
Mengapa laki-laki ini sedemikian
siap menghadapi hukuman tersebut? Tiada lain adalah karena ia lebih
mementingkan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Ia lebih mengutamakan
keselamatan di akhirat ketimbang keselamatan di dunia. Karena setiap orang yang
menjadikan dunia sebagai tujuannya, ia akan berat menjalani kehidupan ini.
Sedangkan orang yang tujuannya adalah akhirat, insya Allah kehidupan
dunia ini akan terasa mudah dan ringan.
Allah Swt Maha Tepat Tindakan-Nya.
Termasuk ketika ujian Dia turunkan kepada manusia. Ujian diturunkan-Nya secara
tepat. Bahkan, ujian itu Allah Swt turunkan kepada hamba-Nya dengan tujuan
untuk meninggikan derajatnya. Ada suatu derajat yang tidak bisa digapai oleh
manusia kecuali dengan ujian dari Allah Swt.
Dalam satu hadits, Rasulullah Saw
bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang akan diberi kedudukan tinggi di sisi
Allah, sedangkan ia tidak dapat mencapai kedudukan itu dengan amalnya, maka
Allah akan terus menerus mengujinya dengan kesusahan dan kesulitan yang tidak
disukainya. Sehingga ia dapat menggapai kedudukan tersebut.” (HR. Abu
Ya’la).
Betapa Allah Swt sayang kepada kita.
Allah bermaksud mengembalikan kita kepada-Nya dalam keadaan bersih dari noda
dosa dan derajat atau kedudukan yang tinggi. Ketika ada seorang hamba yang
derajat di hadapan-Nya biasa-biasa saja, maka ia akan dipacu agar menggapai
derajat yang lebih baik lagi dengan cara diberikan ujian kepadanya. Ujian-ujian
tersebut berbagai macam bentuknya. Misalnya adalah tiba-tiba dibenci, dicaci,
dimaki dan dijauhi oleh orang lain.
Orang yang akan meraih kedudukan
atau derajat yang lebih tinggi saat ditimpa ujian memiliki ciri-ciri tertentu.
Salah satu cirinya adalah sikapnya yang tetap tenang. Ini adalah pengalaman
yang paling mahal. Ini tanda bahwa ia adalah pecinta akhirat. Sedangkan pecinta
dunia, ketika ia ditimpa ujian, maka ia akan panik, resah, putus asa dan
berusaha mencari perlindungan kepada sesuatu atau makhluk, bukan kepada Allah
Swt.
Tidak jarang kita menemukan orang
yang menjadikan dukun atau tukang ramal sebagai tempat pelarian mereka saat
ditimpa kesulitan atau ujian hidup. Ia tunggang langgang mencari pertolongan
kepada sesama makhluk dan lupa pada Allah Swt Yang Maha Memberi pertolongan.
Orang pencinta dunia akan sedemikian
rupa meminta pertolongan kepada makhluk. Padahal orang yang dimintai
pertolongan pun dililit banyak persoalan di dalam hidupnya. Ia tidak meminta
pertolongan kepada Dzat Yang memberinya kehidupan dan memberinya persoalan.
Padahal Dialah Dzat Yang kuasa memberikan jalan keluarnya. Dialah Allah Swt.
Ketika Allah Swt memberikan ujian
persoalan hidup kepada kita, sungguh Allah telah mengukur dengan sangat tepat
ujian tersebut sehingga sesuai dengan kadar kemampuan kita untuk menghadapinya.
Semua tentang diri kita, Allah Swt telah mengetahuinya. Allah Swt mengetahui
kekuatan yang kita miliki. Allah Swt pun mengetahui seberapa berat ujian yang
diberikan-Nya kepada kita. Segalanya sudah terukur oleh Allah Swt secara tepat.
Allah Swt berfirman,
“..Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya..” (QS. Al Baqarah [2]: 233).
Adapun ketika kita merasakan
penderitaan atas ujian-Nya, itu bukanlah disebabkan karena Allah Swt keliru
mengukur kadar kemampuan kita dan kadar ujian-Nya itu. Kita menderita karena
kita salah menyikapi ujian tersebut. Kita menderita karena kita selalu tidak
merasa puas dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sehingga apa yang
telah dimiliki malah menjadi penderitaan. Padahal tidaklah mungkin Allah Swt
salah alamat ketika memberikan sesuatu kepada hamba-hamba-Nya.
Ketika kita sekolah dahulu. Kita
menghadapi ujian kenaikan kelas yang sesuai dengan kadar keilmuan kita saat
itu. Dan ujian-ujian tersebut selalu telah siap dengan jawaban-jawabannya.
Tidak mungkin soal hadir tanpa ada jawabannya. Demikian juga dengan ujian hidup
yang kita hadapi. Allah Swt memberi kita ujian sesuai dengan kadar kemampuan
kita. Dan, Allah Swt memberikan ujian hidup kepada kita secara lengkap dengan
jawaban-jawabannya. Hanya saja, hawa nafsu seringkali membuat kita menjadi buta
untuk bisa menemukan jawaban-jawaban itu.
Sungguh, tidak ada yang sulit di
dalam hidup ini. Kecuali kesulitan itu adalah sikap kita yang tidak menerima
ketentuan-Nya. Padahal di dalam Al Quran Allah Swt telah menjelaskan,
“..Boleh Jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 216).
Bolehkah kita memiliki keinginan?
Tidak ada yang melarang kita memiliki keinginan. Punya keinginan adalah salah
satu tabiat alami kita sebagai manusia. Akan tetapi, hendaklah keinginan kita
itu adalah hal-hal yang disukai oleh Allah Swt. Karena masalahnya adalah kita
seringkali maksa, ngotot, mendapatkan apa-apa yang tidak disukai oleh-Nya.
Bahkan jika pun berdoa, kita tetap saja memaksa kepada-Nya, seolah tidak yakin
bahwa apa yang disukai-Nya bukanlah hal yang baik untuk kita.
Jika kita mau sejenak melihat ke
dalam diri kita sendiri, maka kita akan saksikan bahwasanya keinginan-keinginan
kita itu lebih dekat kepada hawa nafsu. Jika kita diberikan pilihan antara
dipuji dengan dicaci, manakah yang akan kita pilih? Tentu kebanyakan kita akan
memilih untuk dipuji. Kita senang sekali menerima pujian dan sanjungan. Padahal
jika sekali lagi kita melihat diri secara jujur, apakah diri kita ini lebih
pantas dipuji ataukah lebih pantas dicaci?!
Kita selalu ingin dipuji dan
dihormati, padahal sesungguhnya diri kita ini tidak pantas menerima pujian dan
penghormatan. Jikapun kita memang dipuji dan dihormati oleh orang lain, itu
hanya karena Allah Swt menutupi aib atau kejelekan kita saja di hadapan orang
lain. Allah Swt menutupi bekas-bekas kemaksiatan, dosa, keburukan yang kita
lakukan sehingga tidak diketahui oleh orang lain. Jika mau jujur, sungguh kita
tidak pantas menerima penghormatan dan pujian.
Tidak perlu kita merasa dendam pada
orang yang berbuat dzalim terhadap diri kita. Karena sesungguhnya Allah Swt
sudah memiliki perhitungan sendiri terhadap perbuatannya. Sikap dendam justru
malah akan melahirkan dampak tidak baik terhadap diri kita sendiri. Hati
menjadi resah, gelisah, dan tidak tenang setiap kali mengingat perbuatannya.
Pasrahkanlah semua pada Allah Swt. Kesabaran kita menghadapi perbuatannya akan
berbuah kebaikan untuk kita. Sementara kedzaliman pasti akan mendatangkan
akibat pada pelakunya. Tidak akan meleset.
Apabila Allah Swt hendak memuliakan
seseorang, maka tidak akan ada yang bisa mengalang-halanginya. Demikian juga
apabila Allah Swt berkehendak mengambil kemuliaan seseorang, maka tidak akan
ada yang kuasa menahannya untuk menjadi hina.
Allah Swt berfirman,
“Katakanlah, “Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 26).
Bukanlah hal yang penting dihina
atau dibenci oleh manusia. Terlebih lagi jika alasan kebencian dan hinaan
mereka adalah karena kita menjaga diri untuk tetap berpegang teguh kepada Allah
Swt. Selama kita tetap teguh kepada Allah, pasti Dia memberi kita ketenangan,
meski manusia menghujani kita dengan serangan hinaan dan kebencian.
Ditulis oleh: KH. Abdullah
Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
setiapa masalah pasti ada jalan keluarnya
4/
5
Oleh
admin