Karomah Gus Dur Yang Sungguh Menakjubkan
1. Kisah Makam Surya Memesa dan Ziarah Syekh Ali Uraidi bin Imam Ja’far Shadiq
Di sela-sela acara tahlilan hari ke-7 wafatnya Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa (5/1), Said Agil pernah diajak ziarah ke pedalaman Tasikmalaya, Panjulan. Gus Dur membawanya ke sebuah kuburan yang sepi. Untuk mencapai lokasi saja, harus menyebrang sebuah situ (danau).
Saat tiba, Gus Dur menuju sebuah makam. Saat ditanya Said Agil, siapa jenazah yang telah dikebumikan di tanah ini? Gus Dur tidak langsung menjawab. “Dia orang sakti. Dia mencari musuh agar dia bisa dikalahkan,” ujar Said Agil meniru ucapan Gus Dur.
Orang sakti yang dimaksud Gus Dur, sambung Said Agil, ternyata bernama Surya Mesesa, seorang penyebar agama Islam di pulau Jawa. Gus Dur memberitahukan kepada Said Agil, mengapa Surya Mesesa bisa masuk Islam.
“Untuk mendapatkan musuh, Surya Memesa sampai ke Madinah, dan bertemu Syeikh Ali. Sama Syeikh Ali, Surya Mesesa disuruh mengangkat sebuah tongkat, dan tidak bisa. Karena itu, dia masuk Islam,” ujarnya.
Ceritanya, Gus Dur bersama Said Aqil ingin membacakan surat Al-Fatihah untuk Syekh Ali sebanyak seribu kali. Namun ketika mereka baru membacakan al-Fatihah sebanyak 30 kali tiba-tiba seorang polisi datang mengusir mereka dan mengatakan, “Musyrik, haram!”
Untung saja mereka bukan penduduk setempat, sehingga tidak dihukum berat, karena bagi mereka ziarah kubur adalah larangan berat. Namun Gus Dur sempat marah kepada polisi itu, “Kamu musuh Allah, Wahabi,” kata Gus Dur seperti dikutip Said Aqil saat memberikan testimoninya usai memimpin tahlilal 7 hari di Ciganjur, Selasa (5/1) malam.
Said Aqil bercerita, Gus Dur berziarah ke makam Syekh Ali al-Uraidhi karena Syekh ini konon sempat mengalahkan seorang yang hebat bernama Surya Mesesa. Ia merasa tak terkalahkan. Bahkan untuk mendapatkan musuh, Surya Memesa sampai ke Madinah, dan bertemu Syekh Ali al-Uraidhi.
“Sama Syeikh Ali, Surya Mesesa disuruh mengangkat sebuah tongkat, dan tidak bisa. Karena itu, dia masuk Islam,” ujar Said Aqil. Cerita ini diperolehnya dari Gus Dur saat ia diajak berziarah ke pedalaman Tasikmalaya, Panjulan.
Said Aqil bertanya, “Makam siapa Gus?” Gus Dur menjawab, “Dia orang sakti. Dia mencari musuh agar dia bisa dikalahkan.” Karena itulah Gus Dur berziarah ke makam tersebut dan kemudian ke makam Syekh Ali al-Uraidhi.
Menurut Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siradj, Gus Dur memang gemar berziarah ke makam para ulama dan sesepuh. Selain mendoakan mereka, dengan cara itu Gus Dur merangkai sejarah peristiwa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu, yang bahkan tidak tertulis dalam buku-buku sejarah.
Namun ada yang yang menarik ketika Gus Dur berziarah kesuatu makam, kata Kang Said. ”Kalau ada makam yang diziarahi Gus Dur, pasti kemudian makam itu ramai diziarahi orang. Gus Dur memang tidak hanya memberkahi orang yang hidup, tapi juga orang yang sudah mati,” katanya disambut tawa hadirin. (nam) (sumber 1 , sumber 2)
2. Bertemu dan didoakan wali di madinah
setelah berziarah (point 1) , beliau berdoa di raudah, malamnya gus dur ngajak kyai agil jalan2 ke masjid untuk mencari seorang wali
setelah muter2 dimasjid, kyai agil ketemu sm orang pake surban tinggi, lagi ngajar santrinya banyak, bilang sm gus dur
‘apa ini wali gus ?’
gus dur bilang, ‘bukan’
akhirnya cari lagi,ketemu sm orang yg pake surban dengan jidat hitam , gus dur bilang ‘bukan ini’
kemudian gus dur menghentikan langkah di dekat orang yg pake surban kecil biasa, duduk diatas sajadah, baru gus dur bilang, ‘ini adalah wali’
kemudian kyai agil memperkenalkan pada wali tersebut, dalam bahasa arab, dan terjemahannya seperti ini
‘Syekh, ini sy perkenalkan namanya ustad Abdurrahman Wahid, ketua organisasi islam terbesar di asia’,
tujuan dari mencari wali ini ialah ingin didoakan oleh seorang wali. akhirnya wali ini berdoa untuk gus dur semoga di ridloi, di ampuni , hidupnya sukses. setelah itu wali tersebut pergi sambil menyeret sajadahnya dan mengatakan ‘dosa apa saya? sampai2 maqom/kedudukan saya diketahui oleh orang’…
dalam sebuah atsar (perkataan ulama2) menyatakan bahwa ‘yang mengetahui kedudukan seorang wali adalah sesama wali itu sendiri’
3. Membuka Langit
Semasa menjadi presiden Indonesia, Gus Dur sangat rajin menjalin silaturrahmi dengan pemimpin negara lain, satu kebiasaan baik yang telah dikembangkan sejak sebelum ia menjadi presiden kepada masyarakat.
Salah satu lawatan pentingnya adalah ke India di awal Februari 2000, setelah perjalanan panjang dari Eropa. Di negeri yang dialiri sungai Gangga ini, Gus Dur bertemu dengan PM Atal Behari Vejpaye dan Sonia Gandhi dan menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Jawaharlal Nehru.
Perjalanan panjang keliling Eropa dan pulangnya melewati India dan dilanjutkan ke Korea Selatan ini menggunakan pesawat kepresidenan, yang tentu saja memiliki standar keamanan dan pelayanan yang terbaik untuk orang paling penting di Indonesia.
Pada kunjungan tersebut, ketika pesawat udara mendekati New Delhi, terdapat awan yang sangat gelap yang menutupi bandar udara sehingga tidak mungkin untuk mendarat di bandara Internasional Indira Gandhi New Delhi, sehingga direncanakan mendarat di bandara lain terdekat sebagai alternatif.
Bagi seorang presiden dengan jadual yang sudah diatur secara ketat karena terbatasnya waktu, kondisi ini tentu akan membuat rencana kegiatan menjadi berantakan. Ditengah-tengah situasi seperti itu, tiba-tiba terjadi sebuah fenomena alam yang sangat ajaib, tiba-tiba saja langit terbuka dan sehingga pesawat bisa melewati awan dan begitu bisa mendarat, langit kembali tertutup awan hitam kembali.
Kisah ini disampaikan oleh pilot pesawat kepresidenan yang sedang bertugas kepada adik Gus Dur, Umar Wahid yang merasa takjub dengan kejadian tersebut.
“Ini kebetulan atau tidak, tapi pilot tersebut mengatakan dalam karirnya sebagai pilot, ia tidak pernah mengalami kondisi seperti itu,” katanya.
Sebagai pilot kepresidenan, tentu saja telah dipilih orang dengan jam terbang tinggi dan kemampuan terbaik, kondisi seperti itu merupakan fenomena alam aneh yang baginya juga luar biasa dan tak terlupakan.
4. Gus Dur dan Mahfud MD
Kisah tentang Gus Dur kali ini dituturkan Mahfud MD , mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ). Sebagai orang dekat Gus Dur , Mahfud tentu memiliki kenangan-kenangan kisah yang masih menancap, misalnya dalam bentuk humor atau dalam bentuk karomah.
Ditemui Salah satu media dalam acara deklarasi Mahfud MD sebagai Capres 2014 di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (Ponpes API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, politisi asal Madura itu antusias bercerita soal Gus Dur . Misalnya kisah ketika dia diangkat menjadi Menteri Pertahanan.
"Saya cerita pada suatu hari Presiden Abdurrahman Wahid memanggil saya dan mengatakan, 'Pak Mahfud saya perlu tiga ahli tata negara. Saya sudah punya dua tapi kurang satu'. Pertama ahli yang dimiliki Yusril. 'Yusril akan saya angkat kembali jadi Menkumham. Yang kedua Marsilam Simanjuntak akan saya angkat menteri sekretaris kabinet. Lalu yang ketiga antum'," kata Gus Dur .
Mahfud pun merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan Gus Dur tersebut. Bahkan dia langsung menawar beberapa kali supaya tidak dijadikan menteri pertahanan. Namun beberapa kali penolakan tidak digubris sama sekali oleh Gus Dur .
"Saya tidak percaya. Saya kira saat itu menteri pertanahan. Ternyata bukan menteri pertanahan, tapi menteri pertahanan. Saya lalu bilang, tidak pernah belajar ketahanan. Gus Dur menjawab, 'saya saja tidak belajar jadi presiden, bisa jadi presiden, politik itu sifatnya umum'," kata Mahfud menirukan Gus Dur .
Mahfud lalu menawar, bagaimana kalau menteri kehakiman? Gus Dur mengatakan tidak bisa karena Yusril senang berada di situ. Bagaimana kalau menteri sekretaris kabinet? Tidak bisa, karena Marsilam orangnya teliti. Saya perlukan tenaganya urus surat biar tidak salah.
"Saya tawar, bapak presiden, saya urus Deputi Kemenkumham gantikan Pak Hasbalah M Sa'ad? Tidak bisa besok saya bubarkan," tutur Mahfud.
Mahfud kemudian keluar dan langsung diberi masukan oleh salah seorang temannya supaya tidak menolak permintaan Gus Dur menjadi menteri pertahanan. Namun, Mahfud menganggap penunjukan Gus Dur itu lucu dan aneh.
"Saya keluar, salah satu rekan saya bilang, antum (kamu) jangan tawar terus kalau tidak mau tidak jadi menteri. Siap saya terima dan laksanakan. Itu pengangkatan lucu dan aneh. Ketika jabatan itu saya terima besok jam 8 malam rencana akan diumumkan. Lalu saya disuruh berikan kartu nama. Tidak punya kartu nama, akhirnya saya tulis di kertas. Saya tidak bawa kartu nama," ucapnya.
Begitu pulang ke rumah, Mahfud langsung mengatakan ke keluarganya bahwa dirinya ditunjuk sebagai menteri. Namun, istrinya tidak percaya dengan pengumuman yang disiarkan televisi dan dipercepat pengumumannya.
"Saya bilang sama anak-anak dan keluarga kumpul. Tapi tiba-tiba pengumuman menteri dimajukan. Diumumkan jam empat sore. Anak-anak saya pada main. Ketika diumumkan hanya ada istri, istri saya tidak percaya. 'Bukan! Masak kamu jadi menteri'. Kemudian saya yakinkan, terus telepon berdering di tengah malam," ungkapnya.
Bahkan, penunjukan Mahfud sebagai Menhan oleh Gus Dur saat itu mendapatkan banyak protes dari berbagai kalangan. Di antaranya, tokoh reformasi saat itu Amien Rais bahkan Wakil Presiden Megawati juga memprotes rencana Gus Dur itu.
"Yang mengagetkan banyak komentar sinis. Amien Rais marah. Amien ngomong, 'itu salah itu, Gus Dur pilih teman jadi menteri'. Di mana-mana Menhan orangnya harus kelas dunia. Affan Gaffar bilang, Mahfud jadi Menhan dia gali kuburnya sendiri. Megawati di berita gak setuju. Gus Dur bilang kemana Wapres gak ada? Biasa kalau perempuan mandi ya pulang mandi. Menkeu Priyadi dan Mahfud MD yang diejek dua hari. Gus Dur disalah-salahkan," ujar Mahfud mengenang.
Mahfud kemudian mengundang rekan-rekan Ikatan Cendekiawan Muslim dari Madura yang diketuai oleh doktor Malik Mardani yang kini menjadi Khatib Am Suriyah NU didampingi KH Sahal Mahfud untuk menyampaikan niatnya mundur.
"Selain itu, rekan dosen IAIN dan UIN juga saya undang. Saya bilang, Mas Malik saya buat kesalahan terlanjur jadi menteri bukan bidang saya. Meski saya sudah bersedia tetapi kasihan Gus Dur kalau diejek seperti ini. Saya ndak minta. Maksud saya kenal Gus Dur tapi tidak pernah dekat tiba-tiba dipanggil jadi menteri. Saya mau mundur saja."
Tidak didukung niatnya untuk mundur, malah diminta untuk tetap mempertahankan amanat yang diberikan Gus Dur . Malahan, di tengah pertemuan itu, Mahfud langsung ditelepon oleh Gus Dur untuk tidak mundur dari jabatan Menhan.
"Malik beri nasehat, 'kalau tidak minta jabatan menterinya sampean jangan mundur. Jangan kamu minta jabatan, karena kamu akan sendiri dan dibiarkan oleh Allah. Tapi kalau kamu tidak minta (jabatan), maka Allah akan membantumu. Tiba-tiba handphone berdering sedang ada tamu, halo Pak Mahfud ini ajudan presiden mohon bicara, presiden bicara. Saya lagi di Gresik, Pak Mahfud, sedang meresmikan Semen Gresik, Pak Mahfud jangan mundur," selorohnya.
Momentum itu bagi Mahfud terasa aneh dan ajaib karena seolah-olah Gus Dur mengetahui pertemuan itu tanpa diberitahu oleh siapapun. Dia tidak tahu, apakah itu sesuatu yang kebetulan atau tidak. Tapi dia menilai, sepertinya Gus Dur dari kejauhan tahu.
"Anda bekerja saja, sebulan ke depan nanti jadi orang hebat. Dari situ kemudian saya belajar sehingga saya simpulkan cerita tentang Gus Dur apa yang saya bawa dari amanat Gus Dur adalah ikon NU terkemuka. Amanat seperti ditulis dalam spanduk depan amanat yang dibawa, pikirannya Gus Dur adalah ahlussunnah wal jamaah," pungkas Mahfud.
Baca juga :Mbah KH Maimoen Zubair Mengungkap Kedermawanan GusDur
5. Weruh sak durunge wineruh.
Kyai Haji Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI yang ke-4 sudah lama saya kenal melalui siaran televisi, koran-koran dan buku-buku yang memuat pemikiran beliau. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami berdua pernah duduk bersama seharian penuh dari pukul 07.00 pagi hari sampai 19.00 malam hari. Kebersamaan kami berlangsung di Riau, tepatnya di kediaman Gubernur Riau, H. M. Rusli Zainal. Ketika itu Gubernur Riau sendiri yang meminta saya untuk menemani Gusdur sebagai ‘pengganti’ tuan rumah, karena Gubernur Riau tidak dapat terus menerus menemani Gusdur.
Jadilah pertemuan kami itu berlangsung aman, tanpa ada gangguan sedikitpun. Saya masih ingat rombongan Gusdur saat itu lumayan ramai juga, di antaranya adalah Muhaimin Iskandar (sekarang menjadi Menteri Tenaga Kerja RI), dan saudara Lukman Edi (seorang anggota DPR RI). Sepanjang hari itu, kami duduk bersebelahan dan berbicara panjang lebar mulai dari masalah agama, masalah negara, masalah pemimpin-pemimpin Indonesia.
Ketika membicarakan masalah agama kami terlibat dalam pembicaraan sangat serius. Saat itu kami berkesempatan untuk membuktikan secara langsung kata-kata orang yang banyak saya dengar, yang menyatakan bahwa Gusdur menguasai banyak kitab-kitab klasik. Maka kami membuka dialog dengan mencuplik kitab-kitab klasik yang pernah kami baca mulai dari karangan Imam As Syafi’i, Imam Harmaini, Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Katsir, dan lain-lain. Apa yang terjadi…? Gusdur ternyata bukan hanya mahir mengimbangi pembicaraan mengenai berbagai permasalahan yang kami kemukakan, namun dengan mahir beliau malah membacakan matan-matan semua persoalan tersebut dalam bahasa Arab yang asli, tepat seperti isi kitab yang asli. Tidak dapat kami pungkiri bahwa saat itu hati kami bergetar, kagum, heran, juga bahagia. Yakinlah kami bahwa Allah benar-benar Maha Kuasa dan telah menciptakan hamba-hambaNya dengan berbagai kelebihan. Subhanallah…
Ketika membahas kepemimpinan nasional, Gusdur dengan disertai humor-humor kocak sana sini menjelaskan dan berdiskusi dengan kami tentang banyak hal. Satu yang sangat kami catat kuat dalam ingatan kami bahwa tidak pernah sekalipun terucap kata-kata jelek yang bersifat mempersalahkan seorangpun dari pemimpin nasional kita. Ketika membahas Pak Harto, nada ucapan beliau berubah menjadi sangat lembut dan serius. Saat itu Gusdur berkata dan kami masih ingat benar, beliau berucap begini: “Pak Harto sebagai seorang pemimpin nasional telah memberikan contoh sebuah pekerjaan yang terencana dan terukur. Program beliau direncanakan rapi dan diukur setelah waktu pelaksanaan berakhir.” Kemudian beliau berdiam berapa saat. Kemudian beliau tertawa kecil seraya berkata sambil tertawa: “laahha kalo saya, kerja kapan inget, terus saya buat saja..”
Kesan saya saat itu muncul, sebagai orang Jawa asli, Gusdur terbiasa dengan sikap dan adab orang Jawa, mikul nduwur yaitu menghormati orang yang lebih tua. Beliau jujur dan humoris. Jujur dalam arti tidak menyembunyikan kelemahan dirinya.
Pertemuan kami berjalan manis. Kami hanya berpisah beberapa menit saat waktu sholat Dzuhur dan Ashar tiba, untuk kemudian duduk kembali di meja yang sama. Ada beberapa keistimewaan Gusdur yang saya yakin muncul dari indera keenam beliau. Ketika beliau bertanya kepada kami: “Sampeyan itu kan orang Medan, kok kata Gubernur tadi, sampeyan orang Riau?” Kemudian kami menjelaskan bahwa ibu kami adalah orang Riau dari Rokan Hilir, Bagan Siapi-api. Namun kemudian beliau berkata: “Rumah sampeyan di Klender, sampeyan buat pengajian malam senin di Klender, terus sampeyan begini…sampeyan begitu..” yang kesemuanya tepat dan benar. Paling aneh adalah saat kami katakan bahwa kami akan pulang pukul 17.00 dengan pesawat Mandala, saat itu beliau berkata kepada saya dengan tegas: “Ndak, sampeyan pulang dengan saya naek Garuda jam 7 (malam).” Menanggapi ucapan itu kami diam saja sebab di tangan kami sudah ada tiket Mandala pukul 5 sore rute Pekanbaru-Jakarta.
Ternyata pesawat Mandala delay sampai pukul 21.00, maka jadilah kami bertukar pesawat naik Garuda Indonesia bersama dengan Gusdur. Ada satu nasehat beliau kepada kami yang akan tetap kami ingat. “Negeri Riau adalah negerinya orang-orang Naqsyabandi. Dan dari sini telah muncul seorang wali besar Syaikh Abdul Wahab Rokan. Sampeyan musti jaga negeri ini, jangan dibiarkan begitu saja apalagi ibunya sampeyan orang asli negeri ini.” Saat itu beliau pegang tangan saya dan saya pun menjawab dengan rasa haru: “Iya Gus, saya pasti akan menjaga negeri saya ini.”
Sekarang Gusdur telah berpulang bertemu dengan Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Setelah sebelumnya memandang dengan bashirah beliau kedatangan sang kakek tercinta, Ulama Besar pendiri NU untuk mendampingi beliau di alam barzakh. Kami berdoa semoga beliau nyaman berdekatan dengan Kakek dan Bapak beliau di tanah Jombang, Pesantren keluarga besar Syaikh Asy’ari.
Selamat jalan Gusdur…Nasehat panjenengan senantiasa akan kami ingat sebagai kenangan manis antara orangtua kepada anaknya. Assalamu’alaika…
Lahu Al-Faatihah .....
Sumber :muslimoderat.com
5. Weruh sak durunge wineruh.
Kyai Haji Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI yang ke-4 sudah lama saya kenal melalui siaran televisi, koran-koran dan buku-buku yang memuat pemikiran beliau. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami berdua pernah duduk bersama seharian penuh dari pukul 07.00 pagi hari sampai 19.00 malam hari. Kebersamaan kami berlangsung di Riau, tepatnya di kediaman Gubernur Riau, H. M. Rusli Zainal. Ketika itu Gubernur Riau sendiri yang meminta saya untuk menemani Gusdur sebagai ‘pengganti’ tuan rumah, karena Gubernur Riau tidak dapat terus menerus menemani Gusdur.
Jadilah pertemuan kami itu berlangsung aman, tanpa ada gangguan sedikitpun. Saya masih ingat rombongan Gusdur saat itu lumayan ramai juga, di antaranya adalah Muhaimin Iskandar (sekarang menjadi Menteri Tenaga Kerja RI), dan saudara Lukman Edi (seorang anggota DPR RI). Sepanjang hari itu, kami duduk bersebelahan dan berbicara panjang lebar mulai dari masalah agama, masalah negara, masalah pemimpin-pemimpin Indonesia.
Ketika membicarakan masalah agama kami terlibat dalam pembicaraan sangat serius. Saat itu kami berkesempatan untuk membuktikan secara langsung kata-kata orang yang banyak saya dengar, yang menyatakan bahwa Gusdur menguasai banyak kitab-kitab klasik. Maka kami membuka dialog dengan mencuplik kitab-kitab klasik yang pernah kami baca mulai dari karangan Imam As Syafi’i, Imam Harmaini, Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Katsir, dan lain-lain. Apa yang terjadi…? Gusdur ternyata bukan hanya mahir mengimbangi pembicaraan mengenai berbagai permasalahan yang kami kemukakan, namun dengan mahir beliau malah membacakan matan-matan semua persoalan tersebut dalam bahasa Arab yang asli, tepat seperti isi kitab yang asli. Tidak dapat kami pungkiri bahwa saat itu hati kami bergetar, kagum, heran, juga bahagia. Yakinlah kami bahwa Allah benar-benar Maha Kuasa dan telah menciptakan hamba-hambaNya dengan berbagai kelebihan. Subhanallah…
Ketika membahas kepemimpinan nasional, Gusdur dengan disertai humor-humor kocak sana sini menjelaskan dan berdiskusi dengan kami tentang banyak hal. Satu yang sangat kami catat kuat dalam ingatan kami bahwa tidak pernah sekalipun terucap kata-kata jelek yang bersifat mempersalahkan seorangpun dari pemimpin nasional kita. Ketika membahas Pak Harto, nada ucapan beliau berubah menjadi sangat lembut dan serius. Saat itu Gusdur berkata dan kami masih ingat benar, beliau berucap begini: “Pak Harto sebagai seorang pemimpin nasional telah memberikan contoh sebuah pekerjaan yang terencana dan terukur. Program beliau direncanakan rapi dan diukur setelah waktu pelaksanaan berakhir.” Kemudian beliau berdiam berapa saat. Kemudian beliau tertawa kecil seraya berkata sambil tertawa: “laahha kalo saya, kerja kapan inget, terus saya buat saja..”
Kesan saya saat itu muncul, sebagai orang Jawa asli, Gusdur terbiasa dengan sikap dan adab orang Jawa, mikul nduwur yaitu menghormati orang yang lebih tua. Beliau jujur dan humoris. Jujur dalam arti tidak menyembunyikan kelemahan dirinya.
Pertemuan kami berjalan manis. Kami hanya berpisah beberapa menit saat waktu sholat Dzuhur dan Ashar tiba, untuk kemudian duduk kembali di meja yang sama. Ada beberapa keistimewaan Gusdur yang saya yakin muncul dari indera keenam beliau. Ketika beliau bertanya kepada kami: “Sampeyan itu kan orang Medan, kok kata Gubernur tadi, sampeyan orang Riau?” Kemudian kami menjelaskan bahwa ibu kami adalah orang Riau dari Rokan Hilir, Bagan Siapi-api. Namun kemudian beliau berkata: “Rumah sampeyan di Klender, sampeyan buat pengajian malam senin di Klender, terus sampeyan begini…sampeyan begitu..” yang kesemuanya tepat dan benar. Paling aneh adalah saat kami katakan bahwa kami akan pulang pukul 17.00 dengan pesawat Mandala, saat itu beliau berkata kepada saya dengan tegas: “Ndak, sampeyan pulang dengan saya naek Garuda jam 7 (malam).” Menanggapi ucapan itu kami diam saja sebab di tangan kami sudah ada tiket Mandala pukul 5 sore rute Pekanbaru-Jakarta.
Ternyata pesawat Mandala delay sampai pukul 21.00, maka jadilah kami bertukar pesawat naik Garuda Indonesia bersama dengan Gusdur. Ada satu nasehat beliau kepada kami yang akan tetap kami ingat. “Negeri Riau adalah negerinya orang-orang Naqsyabandi. Dan dari sini telah muncul seorang wali besar Syaikh Abdul Wahab Rokan. Sampeyan musti jaga negeri ini, jangan dibiarkan begitu saja apalagi ibunya sampeyan orang asli negeri ini.” Saat itu beliau pegang tangan saya dan saya pun menjawab dengan rasa haru: “Iya Gus, saya pasti akan menjaga negeri saya ini.”
Sekarang Gusdur telah berpulang bertemu dengan Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Setelah sebelumnya memandang dengan bashirah beliau kedatangan sang kakek tercinta, Ulama Besar pendiri NU untuk mendampingi beliau di alam barzakh. Kami berdoa semoga beliau nyaman berdekatan dengan Kakek dan Bapak beliau di tanah Jombang, Pesantren keluarga besar Syaikh Asy’ari.
Selamat jalan Gusdur…Nasehat panjenengan senantiasa akan kami ingat sebagai kenangan manis antara orangtua kepada anaknya. Assalamu’alaika…
Lahu Al-Faatihah .....
Sumber :muslimoderat.com
Gus Dur : Karomah Gus Dur Yang Sungguh Menakjubkan
4/
5
Oleh
admin