Wednesday, December 24, 2014

orang kaya yang " kaya"





Orang Kaya yang “KAYA”
ALHAMDULILLAH, Segala puji hanya milik Allah yang Maha Menguasai langit dan bumi. Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurah kepada kekasih Allah, Muhammad Saw.
Saudaraku, sungguh beruntung orang kaya yang kaya. Kaya akan harta dan hati. Kita terkadang melihat seseorang kaya karena banyaknya harta, mewahnya rumah dan bagusnya mobil. Pernahkah kita menilai orang yang miskin (papa) disebut kaya? Kita telah melupakan definisi kaya yang hakiki yaitu kekayaan seseorang yang tidak bisa diukur dari sisi hartanya, melainkan dari segi maknanya.
Tidak sedikit kita menemukan bahwa orang yang memiliki kekayaan dinilai dari dunia. Padahal kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya dengan ilmu.
llmu adalah kekayaan yang nilainya lebih tinggi dari materi, bahkan Allah meninggikan orang yang berilmu beberapa derajat. Karena orang yang berilmu akan dihargai daripada orang yang tidak berilmu. Ini definisi pertama dari orang kaya yang kaya.
Kedua, orang kaya yang memiliki hati ikhlas dan lapang. Seseorang diberi kekayaan dengan cinta yang lapang dan ikhlas akan merasakan sendiri kenikmatannya. Artinya, kaya bukanlah memiliki banyak materi melainkan memiliki hati yang ikhlas dan lapang.
Ketiga, seseorang yang memiliki kekayaan berupa anak saleh dan salehah. Anak yang saleh dan salehah merupakan aset terbesar bagi orangtua. Dalam hadis dikatakan bahwa jika anak Adam telah meninggal, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah, ilmu bermanfaat, dan doa anak yang saleh.
Keempat, adalah kaya dengan infak atau sedekah. Karena ia yakin bahwa setiap harta yang digunakan di jalan Allah, tidaklah akan berkurang, bahkan terus bertambah, bertambah, dan bertambah. Dengan infak itulah rezeki kita akan menambah berat pahala di hari perhitungan nanti.
Saudaraku, marilah jadikan diri kita menjadi orang kaya ‘yang kaya’ dan orang miskin ‘yang kaya’. Yakni kaya dengan ilmu, hati, anak saleh dan salehah, dan kaya dengan infak atau sedekah. Karena hal itu akan menjadi sumber kebahagiaan, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Insya Allah

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

Tuesday, December 23, 2014

JADIKAN ALLOH SAJA SEBAGAI PENOLONG



Jadikan Allah Saja Sebagai Penolong


Allah Swt berfirman,
“..Hasbunallah wani’mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar).” (QS. Ali `Imran [3] : 173).
Ayat di atas adalah ucapan doa nabi Ibrahim AS kepada Allah Swt, manakala beliau berhadapan dengan penguasa Babilonia yaitu raja Namrud. Sebelumnya, Nabi Ibrahim AS menghancurkan seluruh berhala yang disembah rakyat dan penguasa Babilonia, dan menyisakan satu yang paling besar. Hal itu beliau lakukan karena beliau yakin bahwa yang mereka lakukan adalah perbuatan yang salah kaprah dan sesat menyesatkan.
Nabi Ibrahim AS bermaksud untuk mengajak mereka berpikir menggunakan kejernihan akal, bahwa sesungguhnya yang mereka lakukan adalah kesesatan. Beliau bermaksud mengajak mereka untuk menyembah Allah Swt., Dzat yang telah menciptakan mereka.
Beliau berpikir, bagaimana mungkin mereka menyembah benda-benda mati yang mereka buat sendiri. Bagaimana mungkin mereka menyembah benda-benda yang bahkan tidak bisa berbuat apa-apa sama sekali. Namun, perbuatan beliau itu rupanya tercium oleh para penguasa Babilonia. Sehingga beliau pun dijatuhi hukuman dengan dilemparkan ke dalam api yang berkobar panas dan besar.
Sesaat sebelum dihempaskan ke dalam api itu, nabi Ibrahim AS. berdoa kepada Allah Swt. dengan kalimat, “..Hasbunallah wani’mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar)”, sebagaimana tercantum di dalam ayat tersebut di atas. Seketika itu pula, atas kehendak Allah Swt., kobaran api itu menjadi dingin bagi nabi Ibrahim AS.. Allah Swt. berfirman,
“Kami berfirman, “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al Anbiyaa [21] : 69).
Kisah nabi Ibrahim AS ini memberikan pelajaran kepada kita untuk senantiasa meyakini sepenuh hati bahwasanya hanya Allah Swt tempat kita berlindung dan memohon pertolongan. Kisah ini juga mengajarkan bahwa hendaklah kita berpegang teguh hanya kepada-Nya secara total. Kita berbuat kebaikan dengan niat lurus sebagai ibadah kepada-Nya. Kita pun meyakini bahwasanya hanya kepada Allah Swt kita memasrahkan hasil dari segala ikhtiar yang kita lakukan.
Seberat apapun peristiwa yang menimpa kita, jika kita meyakini sepenuh hati bahwasanya Allah Swt Dzat Yang Maha Memiliki dan Dia-lah Yang Maha Menghendaki, niscaya kita akan bisa menghadapinya dengan baik. Seandainya seluruh jin dan manusia bersekutu untuk mencelakai kita, jika Allah Swt tidak menghendakinya, maka tidak akan terjadi apa-apa terhadap diri kita.
Tidak jarang kita temui orang yang telah melakukan usaha sedemikian rupa, namun sayangnya ia malah percaya kepada jimat atau mantra yang diberikan ‘orang pintar’ kepadanya. Jika demikian yang terjadi, maka sungguh sia-sialah segala apa yang telah diupayakannya. Sia-sialah pula keimanan yang telah dinyatakannya karena ia terjerumus pada kemusyrikan.
Sepelik apapun masalah yang kita hadapi, pasti Allah Swt Maha Tahu akan masalah kita sekaligus jalan keluarnya. Oleh karena itu, janji Allah Swt harus menjadi pegangan kita. Allah Swt. berfirman, “..Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan, barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At Thalaq [65] : 2 – 3).
Maka, janganlah ada rasa pesimis saat kita ditimpa suatu peristiwa yang tidak kita kehendaki atau yang menyulitkan kita. Karena sesungguhnya rasa bingung, takut, menderita, itu adalah karena ketidaktahuan kita tentang cara Allah Swt memberikan jalan keluar bagi kita. Ketika kita ditimpa suatu kepelikan masalah keuangan, sesungguhnya Allah Swt akan mendatangkan rezeki-Nya kepada kita dari jalan dan cara yang tidak kita sangka sebelumnya.
Hal ini akan terjadi apabila kita menjadi hamba yang bertakwa kepada-Nya, bersungguh-sungguh dalam berusaha dan memasrahkan hasil segala usaha kita hanya kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt., “..Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya..” (QS. Ath Thalaq [65] : 3).
Saudaraku, kehidupan ini memang selalu ada suka dan duka, sedih dan gembira. Begitu seterusnya silih berganti. Apa yang menjadi masalah bukanlah pergantian siklus tersebut, melainkan cara kita menghadapi atau menyikapi siklus itu. Jika kita bisa menyikapinya dengan baik, maka kehidupan yang sedang kita jalani ini akan menjadi kesempatan yang selalu terbuka untuk kita terus memperbaiki diri, menambah wawasan, menambah ilmu, menguatkan keimanan, dan menyongsong kehidupan abadi di akhirat yang dipenuhi kebahagiaan.
Segala persoalan hidup yang kita temui di dunia merupakan kesempatan emas yang diberikan Allah Swt. kepada kita untuk mengangkat kemuliaan kita, meninggikan derajat kita dan membahagiakan kita. Cukuplah Allah Swt. sebagai penolong dan pelindung kita. Wallahu a’lam bishawab.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

Saturday, December 20, 2014

jangan tidur setelah solat subuh

jangan tidur setelah solat subuh



 Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma’aad, bahwasannya orang yang tidur di pagi hari akan menghalanginya dari mendapatkan rizki. Karena waktu subuh adalah waktu di mana makhluk mencari rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah membagi rizki para makhluk.

Dan beliau menukil dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhu bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi maka ia berkata kepada anaknya ‘bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah waktu pembagian rezki? ¹
Tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang shalih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barakah (banyak kebaikan).”
Dalam hadits Rasulullah Shallallahu’ alahi wassallam yang shahih yaitu
“Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi harinya”
HR. Abu Dawud no. 2606, Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236, shahihAt-Targhiib waTarhiib no, 1693
Dan hadits
“Diberikan barakah kepada ummatku di pagi harinya”
HR. Abu Dawud at-Thaayalisy dishahihkan Syaikh Alalbani dalam ShahihJami’ush Shaghir no. 2841
Rasulullah Saw. bersabda:
“Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki.” (HR. Thabrani)
Janganlah kamu tidur, begitu sabda Rasulullah Saw. untuk kita, seusai shalat subuh. Lalu, apa yang kita lakukan seusai shalat subuh? Banyak hal yang dapat kita lakukan. Setelah shalat subuh berjamaah di masjid, kita bisa duduk di ruang tamu untuk membaca Al-Qur’an. Setelah itu, membuka seluruh jendela dan membersihkan rumah. Atau, memulai segala aktivitas yang perlu untuk kita lakukan di pagi hari.
Berkenaan dengan mengisi waktu setelah shalat subuh ini, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disampaikan, “Peliharalah waktu itu dengan mengisinya melalui tilawah Al-Qur’an satu juz dalam satu hari, berdzikir atau menghafal. Inilah yang dilakukan Rasulullah Saw. selesai menunaikan shalat subuh, bahwa beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari.”
Ada sebuah amalan yang sangat besar fadhilahnya apabila dilakukan seseorang dalam rangka memanfaatkan waktu di pagi hari ini. Hal ini dapat kita ketahui dari sebuah hadits, yakni dari Anas bin Malik r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Barangsiapa shalat fajar (shalat subuh) berjamaah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua rakaat (shalat dhuha), maka seakan-akan ia mendapatkan pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR. Tirmidzi)
Subhânallâh…! Betapa besar pahala orang shalat subuh dengan berjamaah di masjid, kemudian tetap duduk untuk berdzikir hingga terbit matahari, lantas dilanjutkan dengan shalat dhuha, seakan ia mendapatkan pahala haji dan umrah dengan sempurna. Betapa besar pahalanya. Bisakah kita mengamalkanya? Kalau tidak bisa setiap hari, setidaknya seminggu sekali ketika kita libur dan tidak harus berpagi-pagi untuk berangkat bekerja. Apalagi sebagai karyawan, naik bus kota, dan tinggal di Jakarta, biasanya mesti berangkat lebih pagi agar tidak terjebak macet.
Hal yang teramat penting dari pembahasan ini adalah jangan tidur lagi seusai shalat subuh. Marilah kita isi waktu pagi itu dengan beribadah dan memulai aktitivitas harian semenjak pagi hari. Lebih bagus lagi, ketika sudah masuk waktu dhuha, segera kita menunaikan shalat dhuha. Dengan demikian, berarti kita telah mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang kaya karena waktu pagi memang penuh keberkahan; berarti kita telah benar-benar siap dalam menyambut datangnya rezeki dari Allah Swt.
Sebelum pembahasan ini kita akhiri, perlu kiranya bagi kita untuk merenungkan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. sebagai berikut:
“Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan.” (HR. Thabrani dan Al-Bazzar).

setiapa  masalah pasti ada jalan keluarnya

setiapa masalah pasti ada jalan keluarnya



Setiap Masalah Pasti Bersama Jalan Keluarnya
Saudaraku, Allah Swt memberikan segala sesuatu secara tepat kepada kita. Termasuk ketika Dia memberikan ktia persoalan atau masalah, selalu hadir lengkap dengan jalan keluarnya.

Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak akan berhenti ujian kesusahan dan penderitaan terhadap seorang mu’min dan mu’minat, baik yang menimpa dirinya sendiri, anak-anaknya, maupun hartanya, sehingga ia menemui Allah, meninggal dunia dalam keadaan tidak membawa satu dosa pun.” (HR. Tirmidzi).  

Demikianlah hikmah datangnya ujian dan kesulitan yang datang menimpa kita. Adakalanya manusia diuji oleh Allah Swt secara terus-menerus atau bertubi-tubi. Hal itu tiada lain adalah akan mengurangi dosa-dosanya. Adapun makna dari hadits di atas adalah bahwa ketika seseorang ditimpa ujian demi ujian hingga tiba waktunya ia meninggal dunia, maka ketika itu ia meninggalkan dunia dalam keadaan bersih dari noda-noda dosa.

Jangan salah sangka atau berprasangka buruk ketika kesulitan hidup atau ujian datang menimpa kita. Kita menilai bahwa ujian itu adalah kepahitan, karena kita menggunakan hawa nafsu saat menilainya. Ingatkah kita pada kisah seorang laki-laki yang telah berbuat zina di zaman Rasulullah Saw?

Laki-laki itu datang menghadap kepada Rasulullah Saw menyampaikan perbuatan dosa yang telah dilakukannya. Laki-laki itu mengakui kesalahannya dan meminta kepada Rasulullah Saw agar dihukum sesuai dengan hukum Islam yaitu hukuman rajam. Laki-laki itu benar-benar meminta agar Rasulullah Saw menunaikan hukuman itu terhadapnya.

Mengapa laki-laki ini sedemikian memintanya kepada Rasulullah Saw? Hal itu ia lakukan karena ia tahu bahwa itulah hukuman yang bisa menebus dosa yang telah dilakukannya sehingga ia terbebas dari hukuman berkepanjangan di akhirat. Ini adalah bentuk pertaubatan laki-laki tersebut kepada Allah Swt. Seandainya taubatnya itu dibagikan kepada seantero penduduk kota Madinah, maka akan masih banyak tersisa melampaui seluruh penduduk yang ada.

Mengapa laki-laki ini sedemikian siap menghadapi hukuman tersebut? Tiada lain adalah karena ia lebih mementingkan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Ia lebih mengutamakan keselamatan di akhirat ketimbang keselamatan di dunia. Karena setiap orang yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, ia akan berat menjalani kehidupan ini. Sedangkan orang yang tujuannya adalah akhirat, insya Allah kehidupan dunia ini akan terasa mudah dan ringan.

Allah Swt Maha Tepat Tindakan-Nya. Termasuk ketika ujian Dia turunkan kepada manusia. Ujian diturunkan-Nya secara tepat. Bahkan, ujian itu Allah Swt turunkan kepada hamba-Nya dengan tujuan untuk meninggikan derajatnya. Ada suatu derajat yang tidak bisa digapai oleh manusia kecuali dengan ujian dari Allah Swt.

Dalam satu hadits, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang akan diberi kedudukan tinggi di sisi Allah, sedangkan ia tidak dapat mencapai kedudukan itu dengan amalnya, maka Allah akan terus menerus mengujinya dengan kesusahan dan kesulitan yang tidak disukainya. Sehingga ia dapat menggapai kedudukan tersebut.” (HR. Abu Ya’la).

Betapa Allah Swt sayang kepada kita. Allah bermaksud mengembalikan kita kepada-Nya dalam keadaan bersih dari noda dosa dan derajat atau kedudukan yang tinggi. Ketika ada seorang hamba yang derajat di hadapan-Nya biasa-biasa saja, maka ia akan dipacu agar menggapai derajat yang lebih baik lagi dengan cara diberikan ujian kepadanya. Ujian-ujian tersebut berbagai macam bentuknya. Misalnya adalah tiba-tiba dibenci, dicaci, dimaki dan dijauhi oleh orang lain.

Orang yang akan meraih kedudukan atau derajat yang lebih tinggi saat ditimpa ujian memiliki ciri-ciri tertentu. Salah satu cirinya adalah sikapnya yang tetap tenang. Ini adalah pengalaman yang paling mahal. Ini tanda bahwa ia adalah pecinta akhirat. Sedangkan pecinta dunia, ketika ia ditimpa ujian, maka ia akan panik, resah, putus asa dan berusaha mencari perlindungan kepada sesuatu atau makhluk, bukan kepada Allah Swt.

Tidak jarang kita menemukan orang yang menjadikan dukun atau tukang ramal sebagai tempat pelarian mereka saat ditimpa kesulitan atau ujian hidup. Ia tunggang langgang mencari pertolongan kepada sesama makhluk dan lupa pada Allah Swt Yang Maha Memberi pertolongan.

Orang pencinta dunia akan sedemikian rupa meminta pertolongan kepada makhluk. Padahal orang yang dimintai pertolongan pun dililit banyak persoalan di dalam hidupnya. Ia tidak meminta pertolongan kepada Dzat Yang memberinya kehidupan dan memberinya persoalan. Padahal Dialah Dzat Yang kuasa memberikan jalan keluarnya. Dialah Allah Swt.

Ketika Allah Swt memberikan ujian persoalan hidup kepada kita, sungguh Allah telah mengukur dengan sangat tepat ujian tersebut sehingga sesuai dengan kadar kemampuan kita untuk menghadapinya. Semua tentang diri kita, Allah Swt telah mengetahuinya. Allah Swt mengetahui kekuatan yang kita miliki. Allah Swt pun mengetahui seberapa berat ujian yang diberikan-Nya kepada kita. Segalanya sudah terukur oleh Allah Swt secara tepat.

Allah Swt berfirman,
Ÿ“..Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya..” (QS. Al Baqarah [2]: 233).

Adapun ketika kita merasakan penderitaan atas ujian-Nya, itu bukanlah disebabkan karena Allah Swt keliru mengukur kadar kemampuan kita dan kadar ujian-Nya itu. Kita menderita karena kita salah menyikapi ujian tersebut. Kita menderita karena kita selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sehingga apa yang telah dimiliki malah menjadi penderitaan. Padahal tidaklah mungkin Allah Swt salah alamat ketika memberikan sesuatu kepada hamba-hamba-Nya.

Ketika kita sekolah dahulu. Kita menghadapi ujian kenaikan kelas yang sesuai dengan kadar keilmuan kita saat itu. Dan ujian-ujian tersebut selalu telah siap dengan jawaban-jawabannya. Tidak mungkin soal hadir tanpa ada jawabannya. Demikian juga dengan ujian hidup yang kita hadapi. Allah Swt memberi kita ujian sesuai dengan kadar kemampuan kita. Dan, Allah Swt memberikan ujian hidup kepada kita secara lengkap dengan jawaban-jawabannya. Hanya saja, hawa nafsu seringkali membuat kita menjadi buta untuk bisa menemukan jawaban-jawaban itu.

Sungguh, tidak ada yang sulit di dalam hidup ini. Kecuali kesulitan itu adalah sikap kita yang tidak menerima ketentuan-Nya. Padahal di dalam Al Quran Allah Swt telah menjelaskan,
“..Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 216).

Bolehkah kita memiliki keinginan? Tidak ada yang melarang kita memiliki keinginan. Punya keinginan adalah salah satu tabiat alami kita sebagai manusia. Akan tetapi, hendaklah keinginan kita itu adalah hal-hal yang disukai oleh Allah Swt. Karena masalahnya adalah kita seringkali maksa, ngotot, mendapatkan apa-apa yang tidak disukai oleh-Nya. Bahkan jika pun berdoa, kita tetap saja memaksa kepada-Nya, seolah tidak yakin bahwa apa yang disukai-Nya bukanlah hal yang baik untuk kita.

Jika kita mau sejenak melihat ke dalam diri kita sendiri, maka kita akan saksikan bahwasanya keinginan-keinginan kita itu lebih dekat kepada hawa nafsu. Jika kita diberikan pilihan antara dipuji dengan dicaci, manakah yang akan kita pilih? Tentu kebanyakan kita akan memilih untuk dipuji. Kita senang sekali menerima pujian dan sanjungan. Padahal jika sekali lagi kita melihat diri secara jujur, apakah diri kita ini lebih pantas dipuji ataukah lebih pantas dicaci?!

Kita selalu ingin dipuji dan dihormati, padahal sesungguhnya diri kita ini tidak pantas menerima pujian dan penghormatan. Jikapun kita memang dipuji dan dihormati oleh orang lain, itu hanya karena Allah Swt menutupi aib atau kejelekan kita saja di hadapan orang lain. Allah Swt menutupi bekas-bekas kemaksiatan, dosa, keburukan yang kita lakukan sehingga tidak diketahui oleh orang lain. Jika mau jujur, sungguh kita tidak pantas menerima penghormatan dan pujian.

Tidak perlu kita merasa dendam pada orang yang berbuat dzalim terhadap diri kita. Karena sesungguhnya Allah Swt sudah memiliki perhitungan sendiri terhadap perbuatannya. Sikap dendam justru malah akan melahirkan dampak tidak baik terhadap diri kita sendiri. Hati menjadi resah, gelisah, dan tidak tenang setiap kali mengingat perbuatannya. Pasrahkanlah semua pada Allah Swt. Kesabaran kita menghadapi perbuatannya akan berbuah kebaikan untuk kita. Sementara kedzaliman pasti akan mendatangkan akibat pada pelakunya. Tidak akan meleset.

Apabila Allah Swt hendak memuliakan seseorang, maka tidak akan ada yang bisa mengalang-halanginya. Demikian juga apabila Allah Swt berkehendak mengambil kemuliaan seseorang, maka tidak akan ada yang kuasa menahannya untuk menjadi hina.

Allah Swt berfirman,
“Katakanlah, “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 26).

Bukanlah hal yang penting dihina atau dibenci oleh manusia. Terlebih lagi jika alasan kebencian dan hinaan mereka adalah karena kita menjaga diri untuk tetap berpegang teguh kepada Allah Swt. Selama kita tetap teguh kepada Allah, pasti Dia memberi kita ketenangan, meski manusia menghujani kita dengan serangan hinaan dan kebencian.

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.